Berita Islami - Malam itu selepas pengajian mingguan....
Dua orang sahabat tampak sedang berboncengan dengan sebuah
sepeda butut. Sebut saja nama mereka Muklis dan Dwi. Rupanya malam itu langit
kurang bersahabat, kilat mulai menyambar dan guruhpun bersahutan. Hujan akan
segera turun.
Muklis A: Gimana nih akh, sebentar lagi bakalan hujan?
Dwi B: Tenang aja akh, baru juga hujan air (sambil
tersenyum)
Muklis: Tuh, sudah mulai gerimis... (tak lama kemudian
hujanpun turun dengan derasnya)
Dwi: Kita jalan terus aja ya...
Muklis: Oke deh, antum kan pilotnya
Akhirnya mereka pun terus mengendarai sepeda butut itu
sambil sesekali berbicara dan berkelakar diantara mereka untuk membunuh rasa
dingin akibat kehujanan. Dan tak lupa mereka melindungi tas mereka dari basah
akibat hujan. Tak lama hujan pun berhenti dan sebentar lagi salah seorang
dari mereka akan turun terlebih dahulu.
Dwi: Jazakallah ya akhi atas tumpangannya
Muklis: Waiyyakum, nyantai aja akh, antum kayak baru kenal
ane aja. Oh iya akh, sebenarnya ane bawa sih jas hujan di dalam tas ane. Tapi
karena hanya cukup untuk dipakai satu orang, terpaksa ane gak pakai. Habis ane
gak tega ngelihat antum kebasahan sementara ane enggak. Ya, ane pikir lebih
baik kita kebasahan berdua aja deh (sambil tersenyum)
Dwi: Apa...? Lah ane juga sebenarnya bawa jas hujan kayak
antum di tas ane. Cuman khan gak mungkin ane pake jas hujan sementara antum
basah-basahan. Ane pikir, mendingan kita berdua kebasahan deh (sambil sedikit
terkejut)
Sesaat merekapun saling berpandangan dan... tak lama kemudian
tawa mereka pecah saat menyadari 'kekonyolan' yang telah mereka lakukan.
Cerita di atas saya dapat ketika beberapa waktu lalu
berkunjung ke sebuah masjid. Dimana salah seorang sahabat yang menjadi seorang
pengurus DKM nya. Kamipun bercerita banyak termasuk cerita-cerita masa lalu
yang salah satunya adalah cerita di atas. Sungguh saya tak bisa menahan tawa
ketika teman ini dengan gaya betawinya yang kental menceritakannya. Tentu saja
tak hanya sekedar mengenang romantisme Ukhuwah di masa lalu. Tapi kami melakukan
itu agar semangat kami tetap terjaga dalam jama'ah dakwah ini serta bisa
mengambil pelajaran dan hikmah. Cerita-cerita sederhana namun sangat berarti
bagi kami agar kami tetap ingat akan jati diri kami dan semakin mempererat tali
silaturrahim serta ukhuwah antara kami.
Terkadang realitas hidup dan dinamika dakwah yang semakin
berkembang saat ini, sedikit banyak telah merubah pola fikir kita (gak semua
juga sih). Jika dulu dikenal istilah ikhwan militan, maka sekarang semakin
banyak istilah yang kita kenal, ada ikhwan Melo, ikhwan andilau, ikhwan
abal-abal, ikhwan gatal, ikhwan ganjen, ikhwan bakwan, dll.
Kisah di atas sangat sederhana (walau sedikit konyol), hanya
karena peduli satu sama lain, maka mereka berdua rela berbasah-basah bersama
akibat mandi air hujan. Jika dulu para aktivis dakwah lebih banyak curhat atas
permasalahan dakwah dan kendala-kendalanya, maka sekarang lebih 'manusiawi'
dengan curhat soal lawan jenisnya, curhat soal masalah cinta dan asmara, curhat
soal kegalauannya, bla..bla..bla....
Emang gak boleh?
Siapa bilang, khan udah dibilang itu manusiawi sekali.
Saking manusiawinya sampe terkadang sedikit 'lupa' dengan jati dirinya sebagai
seorang aktifis dakwah.
Seperti kata pepatah... hidup ini hanya sekali, hiduplah
yang berarti. Kita memang bukan malaikat yang tanpa hawa nafsu, tapi setidaknya
kita lebih bisa menahan nafsu dibanding para malaikat. Jangan biarkan syaithon
laknatullah tertawa-tawa dengan keberhasilan mereka dalam membuat kita lalai.
Seperti kata Alm. KH. Zainuddin MZ, jika keimanan kita layaknya para
orang-orang salaf terdahulu, maka syaithon akan mengutus anak buahnya yang
lulusan Harvard University untuk menggoda kita. Tapi dengan kondisi kita
sekarang, sepertinya cukuplah syaithon mengutus anak buahnya yang masih magang
karena yang mereka hadapi ternyata cukup hanya diiming-imingi dengan godaan
lawan jenisnya saja dan mereka sudah terperangkap di dalamnya. Setidaknya dalam
pemikiran.
By: Abuhafizh Rindro